Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Ceramah Abuya Maliki Tentang Ekstrim Dalam Pemikiran Beragama dan Munculnya Radikalisme (4)

Ceramah Abuya Maliki Tentang Ekstrim Dalam Pemikiran Beragama dan Munculnya Radikalisme (4)

Model Performa Ekstremisme (Ghuluw)

Di antara performa–performa (mazhoohir) tindakan ghuluw adalah apa yang kita saksikan dari perilaku sebagian orang yang melakukan hujatan dan serangan sadis terhadap mayoritas ulama umat Islam yang berhaluan Asy’ariyyah, Maturidiyyah, Syiah, Ibadhiyyah dan Shuufiyyah serta mengklaim secara mutlak bahwa seluruh mereka adalah kafir, syirik, sesat, keluar dari agama dan seterusnya tanpa terkecuali. Meski demikian, dalam kesempatan ini kami tidak berkehendak ikut campur dalam menguraikan klaim tersebut beserta maksud, tujuan, perkembangan, dan sejarahnya, (apalagi memberi penjelasan dengan) rinci tentang madzhab dan aliran ini.

Sebab hal ini tentu ada tempat dan medan yang spesifik untuknya, yaitu pembahasan ilmiah dan sisi pandang yang ada untuk kemudian dibahas secara bebas serta independen.Hal penting bagi kita (di sini) adalah mendukung dan memantapkan langkah dan usaha memberikan peringatan agar waspada dan tidak gegabah mengafirkan kelompok ini, madzhab itu, dan madzhab ini, serta (waspada akan) dampak dari pengafiran ini yang berupa munculnya aksi teror (irhaab) dan perusakan (ifsaad) di bumi.

Sungguh, aksi teror telah banyak memakan korban nyawa manusia hanya karena perselisihan ini. Sementara aksi perusakan maka bukti–buktinya bisa disaksikan dengan nyata yang berupa tindakan anarkis dan penghancuran hingga buku–buku ilmiah pun tidak selamat dan turut menjadi korban.

Betapa sangat disayangkan ketika ada sebuah kelompok yang senantiasa berjihad untuk Islam ternyata melakukan pembakaran terhadap kitab–kitab dan ensiklopedi yang di antaranya adalah Fathul Baari Syarah Shohih Bukhori milik al Hafizh Ibnu Hajar hanya karena alasan bahwa penulis berhaluan dan mengikuti jejak Imam Asy’ari dalam menafsirkan hadits–hadits tentang sifat–sifat-Nya yang terdapat dalam Shohih Bukhori.

Di sini kami mengatakan, “Sebelum mencela dan mencaci mereka maka wajib bagi kita semua mengerti sebab yang menjadikan mereka bertindak semacam itu. Jika sebab diketahui maka hilanglah keheranan. Anda sekalian tidak akan lama tenggelam dalam keheranan jika Anda sekalian mengetahui bahwa sebagian orang pandai yang mengaku sebagai pelayan ilmu telah mengeluarkan fatwa dan memutuskan hukum bahwa Asy’ariyyah adalah kafir.

Fatwa itu kemudian disebarkan dalam tulisan–tulisan ataupun ceramah–ceramah yang mereka berikan. Inilah sebab langsung dari munculnya dampak–dampak (negatif tersebut). Orang pandai itulah yang telah membuat dan memproduksi kunci di pabriknya kemudian menyerahkan kunci tersebut kepada mereka (para pelaku tindakan teror). Dialah yang menyiapkan dan membuka pintu (tindakan ghuluw/terorisme).

Akan tetapi, ketika kedua daun pintu telah terbuka lebar, dia berpaling dan mengatakan, “Sungguh aku berlepas diri dari kalian. Sungguh aku melihat apa yang tidak kalian lihat.” Akan tetapi, (ini) setelah Khaibar sudah hancur.

Syekh Ibnu Taimiyyah berkata: Dalam fatwa–fatwa al Faqiih Abu Muhammad, terdapat banyak hal bagus. Aneka permasalahan ditanyakan kepada beliau dan di sana beliau mengatakan, “Adapun para ulama yang melaknat para Imam Asy’ariyyah, maka barang siapa yang melaknat mereka maka ia harus dita’zir (diberi hukuman) dan laknat pasti kembali kepada dirinya sendiri. Barang siapa melaknat seseorang yang tidak berhak dilaknat maka laknat itu pasti menimpa dirinya sendiri.

Sungguh ulama adalah penolong agama (anshoorud diin) sementara Asy’ariyyah adalah penolong dasar–dasar agama (anshoor ushuuliddiin)”.

Sulthonul Ulama, Syekh Izzuddin bin Abdussalaam menyebutkan, “Sesungguhnya Akidah Imam al Asy’ari telah disepakati oleh seluruh pengikut madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi dan para petinggi madzhab Hambali. Di antaranya adalah guru besar madzhab Maliki, Syekh Abu Amar bin al Hajib, yang hidup sezaman dengan Imam Asy’ari serta guru besar madzhab Hanafi, Syekh Jamaluddin al Hushoiri.

Sementara Imam al Khoyaali dalam catatan kaki (Hasyiyah) Syarhul Aqo’id mengatakan, “Orang–orang madzhab Asy’ari (Asyaa’iroh), mereka adalah ahlu sunnah wal jamaah.” Di sini kita tidak sedang melakukan studi terhadap madzhab ini atau aliran itu dengan segala prinsipnya untuk kemudian memberikan penilaian, tanggapan, dan komentar sebagai hasil akhir dari studi tersebut.

Hal ini ada saat dan tempat, dan tokoh–tokoh di bidangnya sendiri. Karena itu, wajib atas mereka –sebagai tanggung jawab keilmuan, negara, dan sejarah– mencurahkan usaha dengan maksimal untuk mewujudkannya sebagai sumbangsih dan pelayanan kepada riset ilmiah. Di dalam riset tersebut, setiap hal dalam masalah ini bisa diterima dengan lapang dada dan nalar yang luas terbuka selama maksud dan tujuan terarah pada menampakkan kebenaran (ihqoqul haqq) dan menjelaskan kebatilan (ibthoolul baathil) seperti disebut dalam sabda Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam:

إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ“

“Jika hakim memberi keputusan dan berijtihad kemudian tepat (sesuai kebenaran) maka baginya dua pahala. Jika dia memutuskan hukum lalu berijtihad dan (ternyata) salah maka baginya satu pahala.” (Muttafaq alaih)

Tentu saja, semua ini harus disertai kesadaran bahwa semua pintu di medan ini (medan pemikiran, aliran, dan pendapat ) tidak bisa terlepas dari kritik, sanggahan, dan garis bawah (dari pihak lain). Sebab, terjaga dari kesalahan (ishmah) hanya berlaku bagi Kitab Allah yang tidak bisa didatangi kebatilan dari depan maupun belakang, dan berlaku bagi Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam yang tidak berkata atas dasar keinginan, melainkan wahyu yang diwahyukan.

Dalam masalah ini, Imam Daarul Hijroh (Malik bin Anas) telah menggariskan satu standar ideal dan ungkapan yang tepat yang bisa dijadikan ukuran keadilan. Beliau mengatakan, “Setiap dari kita diambil dan ditolak darinya kecuali pemilik kubur ini,” seraya menunjuk kepada junjungan kita, Rasulullah Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam.



Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger