Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Tanya Jawab Bab Jenazah dan Kematian

Tanya Jawab Bab Jenazah dan Kematian


Bab Kematian dan Jenazah
    Kumpulan tanya jawab tentang jenazah (Facebook PISS-KTB dan lain-lain)
Tanya: Bagaimana cara menentukan arah kiblat untuk penguburan jenazah?
Jawab: untuk menentukan arah kiblat menurut syafiiyyah bisa dengan cara menghadap ke ainul kiblah atau jihatul kiblah. Dalam menentukan arah (jihat) kiblat ada empat tahapan yaitu (1) mengetahui arah kiblat dengan sendirinya (2) Kabar dari orang yang dapat dipercaya (3) Ijtihad dan (4) Taklid pada orang yang ijtihad. (Majmu Syarah Muhadzab)

Tanya: Bagaimana hukumnya menguburkan jenazah tidak menghadapkan ke kiblat ?
Jawab: Menurut Syafi’iyyah menguburkan jenazah tidak menghadap kearah kiblat hukumnya haram (Majmu Syarah Muhadzab).

Tanya: Bagaimana hukum penguburan atas orang Islam yang menjadi non muslim sampai meninggal dunia belum kembali ke agama Islam, bolehkah dikuburkan dalam kuburan Islam atau tidak?
Jawab: Dan tidak boleh mengubur orang murtad di pemakaman orang Islam, karena keluarnya dari golongan orang islam dengan murtadnya (Mirqah Shu’ud al-Tashdiq)

Tanya: Bagaimanakah hukum bagi orang yang mengawetkan (memformalin) mayat, baik bagi mayat muslim maupun non muslim? Dan apakah hukum menyegerakan untuk mengubur mayat dapat gugur dengan alasan masih menunggu pihak keluarga yang masih berada di luar kota?
Jawab: Hukum mengawetkan mayyit itu tidak ada syari’atnya dalam Islam. Sedangkan menunda penguburan mayyit dengan alasan masih menunggu keluarga itu hukumnya tidak dapat menggugurkan kesunatan mempercepat penguburan mayyit, kecuali kalau menunggu walinya si mayyit agar menjadi imam sholat janazah (karena yang paling berhak menjadi imam sholat janazah adalah walinya janazah itu sendiri), selama hal ini tidak berlangsung lama dan tidak sampai menjadikan si mayyit jadi berbau. (I’anah, I, 132)

Tanya: Ada jenazah 4 hari setelah kematiannya baru ditemukan. Hampir semua organnya telah membusuk dan dikhawatirkan menularkan penyakit berbahaya. Bagaimana cara memandikannya?
Jawab:Jika ada jenaszah yang jika dimandikan tubuhnya akan mengelupas atau dikhawatirkan akan menularkan racun/ penyakit, maka keduanya ditayamumi (Tuhfah Al Muhtaj)

Tanya: Bolehkah modin perempuan yang sedang haid ikut mengurus jenazah?
Jawab:Dalam madzhab Syafi;'i, wanita haid, junub,dan nifas boleh memandikan jenazah tanpa hukum makruh sebab mereka adalah suci. Pendapat ini melemahkan pendapat Mahamili yang mengharamkan mereka mendekati orang yang akan meninggal (Mujawib: Ust. Ma'ruf Khozin)

Tanya: Bolehkah menguburkan jenazah di waktu terbit atau terbenamnya matahari?
Jawab: Menurut ulama-ulama madzhab Maliki dan madzhab Hanbali, makruh mengubur jenazah pada waktu-waktu yang dimakruhkan sholat . Namun menurut ulama-ulama madzhab Syafii dan madzhab Hanafi tidak makruh (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah)

Tanya: Adakah Dalil mengiring janazah dengan ucapan Laa ilaaha illallah (kalimat tahlil)?
Jawab: Sebagaimana riwayat Ibnu Umar:

ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻳﺴﻤﻊ ﻣﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻫﻮ ﻳﻤﺸﻲ ﺧﻠﻒ ﺟﻨﺎﺯﺓ ﺍﻻ ﻗﻮﻝ ﻻ ﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺒﺪﻳﺎ ﻭﺭﺍﺟﻌﺎ

Tidak didengar dari Rasulullah ketika berjalan mengantar jenazah kecuali ucapan Laa ilaaha illa Allah, baik ketika berangkat atau pulang dari pemakaman (HR Ibnu Adi dalam al-Kamil)

Tanya: Bagaimana hukum meng-kijing (mengeraskan) makam? 
Jawab: Makruh bila pembuatan kijing kuburan tersebut ditanah pribadi dan haram ditanah umum
 وكره بناء له ) أي للقبر ( أو عليه ) لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أه...ل البلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه (قوله: لصحة النهي عنه) أي عن البناء. وهو ما رواه مسلم، قال: نهى رسول الله (ص) أن يجصص القبر وأن يبنى عليه. زاد وأن يقعد عليه الترمذي: وأن يكتب عليه، وأن يوطأ عليه. وقال: حديث حسن صحيح. وقال البجيرمي: واستثنى بعضهم قبور الانبياء والشهداء والصالحين ونحوهم. برماوي. وعبارة الرحماني. نعم، قبور الصالحين يجوز بناؤها ولو بقية لاحياء الزيارة والتبرك. 
Makruh hukumnya membangun kuburan dengan dicungkup, dibuat kubah dan semacamnya bila berada ditanah pribadi berdasarkan hadits nabi "Rosulullah melarang membatu kapur dan membangun kuburan" (HR Muslim) 
kecuali bila ada kebutuhan karena kebiasaan digalinya kuburan disuatu tempat, kebanjiran dll. sedang bila ditanah pekuburan umum haram hukumnya membangunnya. 
Namun dalam kitab alBujairomi diterangkan "sebagian ulama mengecualikan juga pembangunan kuburan milik para nabi, syuhada, orang-orang shalih dan sejenisnya. 
Imam Barmawy menyatakan "Boleh membangun kuburan para shalihin meski dengan membuat kubah untuk menghidupkan ziarah dan mengambil berkah pada mereka (I’aanah at-Thoolibiin II/136). 
Pemugaran makam para shalihin di pemakaman umum menjadi perdebatan di kalangan ulama syafiiyyah, menurut al-Halaby membolehkannya sedang menurut as-Syaubary tidak memperkenankannya. Namun bila di ketemukan kuburan yang sudah dalam keadaan terpugar tidak diperkenankan merusaknya karena alasan pemugarannya kemungkinannya termasuk yang diperbolehkan seperti karena adanya unsur kekhawatiran dicurinya janazah/mayat, di bongkar binatang buas, kebanjiran dll. (Ust. Masaji AntoroPISS KTB) 

Tanya: Ada tradisi bahwa imam sholat jenazah menerima amplop atau orang yang tahlilan menerima amplop berisi uang. Bagaimana hukum hal tersebut? 
Jawab: Tradisi di atas di hukumi boleh dan sunnah dengan niat bersedekah untuk mayit, namun juga bisa menjadi haram apabila uang di ambilakan dari harta peninggalan mayit (tirkah) sebagian ahli waris ada yang mahjur‘alaih, mayit punya hutang yang bisa menghabiskan tirkah., dan ada sebagian ahli waris yang tidak ridho. Sedangkan status uang yang di terima adalah shodaqoh. Namun, bilamana pemberian itu merupakan tradisi yang berlaku maka dalm pemberian tersebut terdapat khilaf ulama’ sebagaimana khilaf ulama’ dalam permasalah uang yang di berikan saat pernikahan (ada yang berpendapat bahwa pemberian tersebut adalah hibah dan ada juga yang berpendapat bahwa pemberian tersebut adalah qordhu atau hutang). Hal tersebut dapat dirujuk dalam Bulugh al-Umniyah hal. 125, I’anah ath-Tholibin Juz 2 hal.146. dan Juz 3 hal. 48, Al-Fatawi al-Kubro Juz 2 hal. 7, Tuhfah al-Muhtaj Juz 3 hal. 208, dan Hawasyi asy-Syarwani Juz 5 hal. 44. (Mbah Jenggot PISS KTB)

Tanya: (a) Bagaimana hukumnya mengumpulkan jenazah baru dengan yang lama dalam satu kubur antara sesama muslim maupun dengan non muslim? (b) Bagaimana hukum mengumpulkan jenazah muslim dan non muslim dalam satu pemakaman umum? 
Jawab: (a) Tidak boleh, kecuali : Dharurat, Mayit lama telah hancur (menjadi debu/tidak berbekas), dan Hanya tersisa tulang-beluang dan penggalian mencpai batas kedalaman patut untuk mengubur. (b) Tidak diperbolehkan, selama tidak ada pembatas yang memisahkan antara keduanya atau dalam kondisi dharurat, seperti tidak menemukan lokasi penguburan kecuali tempat pemakaman umum. Batasan dikatakan berkumpul adalah sekira mayit atau tulang belulangnya berkumpul dalam satu lobang dengan tanpa batas pemisah. Referensi:
 بلغة الطلاب في تلخيص فتاوي مشايخي الانجاب للشيخ طيفور علي وفا المدوري صحـ189 بلغة الطلاب في تلخيص فتاوي مشايخي الانجاب للشيخ طيفور علي وفا المدوري صحـ200تحفة المحتاج الجزء الثالث صحـ : 172الموسوعة الفقهية الجزء الحادي عشر صحـ : 20تحفة المحتاج في شرح المنهاج – جزء الثالث صحـ174 الترمسي جزء الثاني صحـ 465الفقه على المذاهب الأربعة الجزء الأول صحـ 847
    demikian

Adv 1
Share this article :

Komentar baru tidak diizinkan.
 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger